Friday, March 25, 2011

Rumah Hantu (pertama & kalau bisa yang terakhir)

Well, of course... It was a silly thing!!!

Berawal dari berkumpulnya sahabat-sahabat Red semasa kelas 1.5 di SMU (Lulu, Ani, Ayu, & Chintya)untuk memperingati seperempat abadnya Ani, tentu saja diisi dengan traktiran si Nona Ani. Ani memilih untuk makan-makan di daerah Bekasi, Bekasi Square lebih tepatnya. Kebetulan di saat yang sama sedang diadakan Wahana hantu yang bernama "Pondok Hantu Makam Kota Tua".

Red sebenarnya hanya iseng berkata ingin sekali-sekali masuk rumah hantu, dan entah mengapa mereka pun tertarik untuk melakukan uji nyali di sana. Hehehe... Cring! keluarlah uang Rp. 10.000 dari kantong kami masing-masing. Harga tiket masuk Rp. 20.000 untuk 2 orang, kami pun bergabung dengan 1 orang dari rombongan lain untuk menggenapkan pembayaran (tetep gak mau rugi!). Saat antri masuk ke wahana, dipasang speaker yang sepertinya sih, suaranya itu diambil dari pengunjung yang sedang berkelana di dalam rumah hantu. Sudah dapat dipastikan, yang keluar adalah suara-suara jeritan dan teriakan histeris dari pengunjung. Hiii... Excited gimanaaa gitu dengernya! Kami pun menemukan 1 fenomena lagi di antrian ini. Setelah melihat kesana kemari sepanjang antrian masuk, kok kelihatannya kami berlima itu pengunjung paling tua yak... ~_~" Secara memang yang biasanya tertarik dengan hal-hal sepert ini kan anak-anak ABG yang notabene masih SMP atau SMA. Kami menyadari hal itu kok, tapi kan tidak ada salahnya tho, mumpung kami berlima bisa kumpul bareng. Harus ada hal seru yang membuat peristiwa hari ini kami ingat.


Jeng...Jeng...Jeng!!! Tibalah waktunya kami masuk ke wahana. Mulai melewati pintu masuk (bentuknya dibuat menyerupai gua), kami sempatkan berfoto di situ :D Ternyata di depan masih ada pintu kedua, berupa ruangan terbuka untuk menyiapkan mental kami masing-masing sebelum memasuki rumah hantu yang sebenarnya. Lucunya, di sini Ayu melihat tulisan "Dilarang mengambil gambar dan memukul hantu" hahaha... Di ruang peralihan ini juga terdapat sekumpulan anak lelaki yang takut-takut untuk memasuki ruang hantu. Sampai akhirnya kami mendahului, dengan salah satu dari mereka berkata "belom tau aja tuh mereka". What? Belum tau apa... Huh, dasar lelaki penakut kalian semua!

Gelap... Kesan pertama Red masuk (ya iyalah, namanya juga rumah hantu). Posisi terdepan diambil oleh Chintya yang sudah ditempeli Ani & Ayu. Jadilah Red & Lulu menjadi orang terbelakang. Lompat sambil lari-lari kecil dan berkata "Hwaaa..." pun sempat Red lakukan saat pertama kali melihat hantu jongkok yang berdiri saat kami lewat. Konyoool!!! Lulu dengan asiknya komentar, Wie jangan lari dong! Sepertinya dia juga takut ditinggal di belakang sendirian. Hehehe (ngeles.com)! Selanjutnya, ada hantu gendong anak yang sepertinya mengikuti Red & Lulu, hantu itu pun beberapa kali menyenggol Red. Memang dasarnya ndak suka disentuh-sentuh, Red teriak "Eh, gw gak suka ya dipegang-pegang" dan berhasil... Hantu itu berhenti dorong-dorong dan mengikuti kami. Setelahnya, Red kurang aware dengan hantu lainnya, karena memang kondisi dalam ruang yang sangat gelap. Hantunya pun kurang terlihat dengan jelas. Sampailah kami di dekat pintu keluar, ada 2 hantu yang memaksakan diri menakuti dengan mengeluarkan lidahnya. Huh, gak nyeremin! Red pun memberi lambaian tangan saat hendak keluar dari pintu. Sudah di luar pintu, tebak apa yang kami lakukan? Tertawa terbahak! Sambil membahas teriakan Red di dalam tadi, dan mengutuki diri kami yang sempat agak-agak ketakutan saat hendak masuk.

Hmmm, Red pikir inilah rumah hantu pertama, dan terakhir yang dimasuki. Besok-besok udah males deh masuk rumah hantu lagi... Oh ya, maaf untuk Ani. Red janji ndak akan upload foto kami dalam rumah hantu di FB, namun tak tahan untuk tidak memasukkannya di blog ini. Red gak ingkar janji dong! Hihihi...

Tuesday, March 8, 2011

Berlumpur ria di gua vertikal Buniayu

Trip yang sudah didengung-dengungkan sekitar 2 bulan, akhirnya terealisasi tanggal 5 Maret 2011. Masih bersama pasukan ProFauna sekitar Bekasi, kali ini plus Bedul (anak GMC, adik kelas Red). Pasukan di mobil berjumlah 7 orang dewasa dan 2 bocah pitik (Anu & A'ay buntutnya Bu Ir). Start dari Bekasi tanggal 4 Maret pukul 10 malam. Kondisi jalan malam Sabtu, wah ampun macetnya! Pukul 2 dini hari pasukan baru mencapai kawasan Cicurug, sekitar Lido. Itupun dengan kondisi perut kelaparan, sehingga kami mlipir nongkrong di sebuah warkop untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan, tentunya dengan mata yang juga terkantuk-kantuk. Pukul 4 pasukan tiba di Wahana wisata "Gua Buniayu", dengan arahan dari Pak Kakay, contact person aktivitas caving kami. Sebenarnya disediakan sebuah rumah untuk beristirahat, harganya per malam nya Rp. 100.000 dan bisa menampung banyak orang. Namun kami memilih istirahat di mushola, karena hari sudah menjelang pagi. Hihihi... Padahal mah emang gak mau rugi, cuma istirahat beberapa jam masa mesti bayar seratus ribu. :P

Pukul 7 pasukan sudah siap dengan perlengkapan yang disiapkan dinas Perhutani yang terdiri dari wearpack, helmet, dan boot. Sayangnya senter yang ada di helmet tidak ada yang bisa digunakan. Untungnya pun, Red membawa senter kecil dan headlamp. Jadi gak bakal kesandung-sandung dalam gua. Satu-satunya penerangan yang disediakan adalah lampu karbit yang dipakai sendiri oleh pemandu. Ckckck... Egois banget dah kami gak dibagi lampunya. Hehehe!

Judulnya saja sudah gua vertikal, jadi untuk masuk ke dalamnya kami harus turun dibantu dengan tali karamantel. Ada dua teknik untuk turun ke dalam gua vertikal, pertama menggunakan Single Rope Technique (SRT)yang biasanya dikuasai para caver (penelusur gua) dan teknik dikerek (hahaha), jadi diturunin aja gt ke bawah pake tali. Nah, berhubung kami bukan caver handal dan kebanyakan baru pertama kalinya masuk gua menggunakan peralatan lengkap, jadilah kami diturunkan pelan-pelan. Itu pun masih ada aja yang takut plus agak-agak ngeri. Suasana dalam gua: gelap (pastinya!) dan lembab. Penelusuran pun dimulai... Wow, what a great stalactites!!! Stalaktit dan Canopy cantik banyak bertebaran di dinding atas dan kanan kiri gua. Red mencari istilah khusus yang lain (stalagmit), tetapi kok ndak kelihatan ya. Ooow, ternyata memang di sana agak jarang stalagmit ya, karena gua cenderung basah, bahkan banjir bila curah hujan sangat tinggi. Jadi jarang ada stalagmit yang terbentuk. Hampir sepanjang koridor gua terdapat genangan air. Jadi, sia-sia jika membuang air yang menggenang di dalam boot. Toh, beberapa meter ke depan akan ada air lagi yang mengisi sepatu boot kami ~_~"

Tengah perjalanan, ssang pemandu yang hanya seorang diri meminta waktu untuk mengganti bahan bakar karbitnya. Jadi, kami bertujuh dipersilahkan untuk beristirahat sementara waktu. Red, satu-satunya orang yang memakai head lamp bermaksud menghemat baterai dengan memadamkan lampu selagi istirahat, dan hiii... Gelap betul dalam gua tanpa penerangan apapun, hanya hitam yang terlihat di depan mata. Usut punya usut, ternyata si pemandu punya maksud mengganti bahan bakarnya yang sebenarnya belum habis. Ternyata... Trek gua yang dihadapi selanjutnya amat menantang!!! Mulai genangan air setinggi pinggang, lubang besar yang harus dilewati dengan memasang webbing, lumpur setinggi lutut, harus melewati medan dengan posisi menunduk sampai jongkok, belum lagi di akhir bagian gua kami harus menaiki tangga tali. Huuuh, agak ribet, namun tetap seruuu!!! Pake acara evakuasi sepatu boot segala... Hehehe... Yeah, sepatu Red, Mba Ir, n Ranu sempet masuk ke lumpur soalnya.

Keluar dari gua, tampang sudah ndak karuan... Tanah di sekujur badan. Dengan kondisi seperti itu, kami berjalan menuju air terjun yang posisinya tidak jauh dari Gua Buniayu. Agak lupa nama air terjunnya, nanti Red liat contekan dulu yaaa. Yang pasti, pengalaman pertama masuk gua dengan alat lengkap kali ini cukup membuat paha pegel, karena lumpur yang cukup tinggi, dan membuat para peserta semuanya terlelap di tengah perjalanan pulang, meninggalkan Bu Irma yang sedang sendirian menyetir kendaraan. Memang ya, peserta kali ini songong semuaaa...

Sunday, March 6, 2011

Benar-benar "ngesot" di Cikuray

Red adalah salah satu "Kaskus Reader" tetapi tanpa akun Kaskus. Satu saat, Red membaca postingan mengenai ajakan seorang kaskuser untuk mendaki Gunung Cikuray. Wah, ketertarikan untuk ikut serta mulai muncul, sayangnya tidak ada contact person yang bisa dihubungi di post itu. Red bela-belain mencari informasi lebih jauh dengan membuat akun Kaskus. Akhirnya, jadi punya akun Kaskus juga ~_~" Kordinasi berjalan baik dengan TS yang membuat postingan. Tinggal cari temen yang bisa diracunin untuk ikut trip ini... Aktivitas selanjutnya menebar racun Cikuray ke kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang, dan yang terkena racun cuma Kelik. Lumayan, daripada ikut trip seorang diri dengan semua peserta yang belum Red kenal. Trip ini dimulai 11 Februari malam dan berakhir 13 Februari malam.

Hari-H pun datang, inilah urutan kegiatannya: pulang dari sekolah, packing, pinjam pasak sama B'Ervin, makan malam, shalat Isya, dan brangkat menuju meeting point (Pasar Rebo). Red sampai Pasar Rebo lebih dulu dibanding Kelik, jadilah di sana mencari-cari teman ngobrol, tentunya setelah menemukan si TS yang ternyata bernama Apoeiy. Tak berapa lama, Red menemukan teman chitchat dari Bintaro yang merupakan rombongan paling awal tiba di meeting point. Mereka adalah Bayu, Indra, dan Apri yang biasa dipanggil Bogel oleh rekan-rekannya. Semua peserta tetap menunggu di samping pintu masuk halte TransJakarta Pasar Rebo sampai semua peserta terkumpul. Peserta atau pasukan terkumpul sejumlah 17 orang, dilanjut dengan naik bus Kp. Rambutan - Garut dengan biaya Rp. 35.000. Waktu menunjukkan pukul 11 malam lebih saat itu. Bus berjalan dalam kondisi damai,hanya terdengar obrolan Apoeiy dan salah satu rekannya (Willy) yang namanya baru Red ketahui setelah temenan di FB. Topik percakapan? tidak jauh-jauh dari dunia pernaik gunungan pastinya...

Bus memasuki terminal Garut sekitar pukul 3 dini hari. Pasukan yang berjumlah 17 bertambah 2 orang, datang menghampiri kami dan mereka mengaku berasal dari Tangerang. Red tahu nama mereka pun lagi-lagi setelah jadi teman di FB ^^V Namanya Djal & Derli. Semua sudah berkumpul, pasukan mencari tempat ngaso alias istirahat sebelum pagi datang. Kebanyakan memilih untuk tidur dan rebahan di mushola sambil menunggu adzan Shubuh. Shubuh menjelang, selesai menunaikan shalat Sang TS pun sibuk mencari kendaraan yang bisa disewa untuk sampai ke Pemancar (titik awal pendakian). Apa yang dikerjakan Red sambil menanti kendaraan sewaan? Jawabannya adalah putar-putar terminal Garut sembari mencari tukang bubur untuk dibeli buburnya, mengganjal perut yang sudah membutuhkan sarapan untuk metabolisme karbohidrat dalam tubuh. Halah2...

Belum pukul 6 pagi WIB, sudah ada angkutan bak terbuka yang bersedia mengantar kami ke Pemancar. Ternyata Kelik pun mendapatkan kendaraan berupa truk yang juga bisa mengantar sekitar pukul 8. Pertimbangan waktu dan memang semua bawaan sudah diletakkan di bak belakang, Kapten trip tetap memilih si bak terbuka hitam membaktikan dirinya pada kami. Secara Red satu-satunya wanita, dipersilahkan duduk di depan dong bareng Pak supir dan seorang lagi bernama Ninot (Red gagal jadi satu-satunya wanita di trip ini, karena ternyata ada Ninot dan dia juga perempuan :D). Mobil berjalan perlahan di jalan raya Guntursari, setelah melewati tanjakan... Kok mobilnya agak ngadat yaaa. Ditunggu 5 menit, 10 menit, sampai entah berapa menit, Pak supir menyerah!!! Kelik yang semangat banget menghubungi truk yang sempat bernegoisasi dengannya ndelalah tidak menyimpan nomor si tukang truk dengan baik di HP nya. Yo wes, mau ngga mau kembali lagi ke pasar dekat terminal. Pasukan pun ndak ada yang mau nemenin Kelik, Red ngajuin diri deh daripada bulukan nongkrong di pinggir jalan. Naik angkot dari tempat mobil mogok ke terminal sebenarnya hanya butuh 1x, namun karena tergoda dengan truk-truk yang bersliweran di pinggir jalan, jadilah kami 3x naik angkot dengan trayek yang sama menuju terminal. Asli, Red jadi punya koleksi nomer telpon tukang truk yang ada di Garut... Beruntung, truk yang pagi tadi negosiasi dengan Kelik masih berada di tempat dan baru akan jalan pukul 8. Eeeh, si Kapten Apoeiy udah ndak sabar aja lho. Bolak-balik sms in Red supaya truknya cepetan jalan. Kan bukan Red ya supirnya :3 Singkat cerita, kami deal harga 200rb untuk sekali antaran dari tempat mobil mogok tadi (masih jalan Guntursari) sampai Pemancar. Truk itu memang sekalian antar barang juga ke daerah sekitar Pemancar. Red tetap duduk di depan, ngobrol sama Pak Supir dan mendapat satu pengetahuan baru yaitu orang-orang Garut yang merantau kemana-mana biasanya berprofesi sebagai tukang golok! Hahaha. Jadi pengen ngebuktiin sendiri deh...
Red duduk bersama Pak supir truk

Jalan menuju Pemancar memang dasyat! Jalur dihiasi dengan tanjakan dan turunan tajam plus kondisi jalan yang tidak rata. Kanan kiri jalan bertebaran kebun-kebun teh yang menghibur mata (walaupun badan goyang ke sana kemari). Di Pemancar berdiri 2 buah pemancar, sepertinya tempat ini adalah stasiun pemancar siaran televisi. Pasukan yang berjumlah 19 orang (berkurang saat mobil bak mogok, rombongan Ninot pun memutuskan naik angkot mendahului kami, jadilah kembali Red satu-satunya wanita) bersiap untuk pendakian dengan mengisi tempat-tempat air yang kosong. Yeah, tidak ada sumber air di Gunung Cikuray, jadi semua pendaki diharuskan membawa cadangan air dari bawah. Pendakian dimulai sekitar pukul stengah 12 dengan kondisi cuaca yang agak mendung. Trekking dimulai dari Pemancar dengan medan kebun teh, semakin lama makin masuk ke dalam hutan Cikuray. Fyuhhh, lumayan berasa berat ya kalau jarang ditempa latihan fisik sebelum mendaki... Bagusnya karena jumlah pasukan yang lumayan banyak, jadi perjalanan pun banyak diselingi dengan istirahat. Sempat turun gerimis mengundang sebelum ketinggian 2000 mdpl (tahu ketinggian dari rekan yang punya jam tangan altimeter :D), tetapi gerimis tersebut hanya berusaha meledek pasukan kami. Entah mulai di ketinggian berapa hujan deras benar-benar turun dan menyulitkan semuanya. Jas hujan yang Red bawa amat besar dan bocor pula, hingga jalan pun rasanya berat. Belum lagi trek yang selalu dialiri air, menambah sulitnya trekking kali ini. Ada yang sama lho raincoatnya dengan yang Red pakai, hanya saja si orang itu (ternyata namanya Heru) menggunakan raincoat yang berwarna pink! Biar hujan, biar badai namun pasukan tetap tegap berjalan Gaaan!!! Mana sepanjang jalan ada kata-kata mutiara yang niatnya sih nyemangatin, tapi kok jatuhnya malah ngecengin yaaa... Sampai akhirnya berada di Puncak bayangan Gunung Cikuray yang berada pada ketinggian sekitar 2400-an mdpl. Di pos itu hujan sudah berhenti turun, pasukan berhenti sekitar 30 menit untuk ngemil dan menunggu sisa anggota yang berada di belakang.

After long rest, pasukan kembali bersemangat menuju puncak Cikuray... Kami menganggap puncak sudah di depan mata saat itu. Padahal sebenarnya masih jauuuh!!! Menurut observasi Red pun seperti itu, kanan kiri trek sudah penuh dengan tanaman Cantigi (tumbuhan khas daerah di atas 2400 mdpl), tapi kok gak sampe-sampe di puncak! Fatamorgana abesss! Keluarlah sambat-sambit Red yang sudah lelah, letih, lesu menghadapi pendakian. Namun, smangat dari rekan-rekan bisa menghapus semuanya. Oh ya, dsini sempat ktemu Susnal (seorang adik kelas Giesar alias Cilun, yang notabenenya adik kelas Red di GMC organisasi sispala SMA 2 Bekasi). Wuih, sempet berasa tua euy... By the way, giliran hampir puncak, kami diharuskan trekking dengan jalur yang cukup sulit berbatu-batu. Hyuh, demi sampai puncak dan istirahat!

@ the top of Cikuray mountain!!! Semua pasukan langsung bergegas menggelar tenda masing-masing. Berhubung tenda ada di Kelik dan dia masih jauh di belakang sana, Red numpang dalam tenda yang dibawa Irzak (teman Susnal, mahasiswa Poltek). Menyempatkan diri foto sunset, namun matahari kurang bersahabat sore itu karena mungkin masih ngambek habis hujan. Sambil menunggu sayur sop dan nuget yang juga ada di Kelik, kami bertiga (Red, Irzak, Susnal) mengolah bahan makan yang bisa dimasak. Saat Kelik datang, uyeee senang rasanya! Karena bisa makan sayur & nuget tentunya ^^V. Keliknya sendiri pun mengeluh, karena mengalami cidera pada lututnya. Hehehe, maap brader gak bisa nungguin dikau pada saat mendaki karena Red takut kalo jalan paling belakang. Peace ah! Kami masih asik mengolah masakan, sementara tenda-tenda lain di luar sana sudah ramai mengucapkan "Selamat Makan". Huh, kok pada cepet sekali ya masaknya... Sekitar pukul 10, semua masakan matang dan hajarrr. Tak sampai setengah jam, yang tersisa hanya sayur sop dan mata kami pun merajuk minta diistirahatkan. Tengah malam, Red mendengar bunyi sms di HP, lho kok bisa ada sinyal ya. Tetapi saat di cek, sinyal pun telah hilang, mungkin sinyalnya cuma lewat. Diantara kami ber-4 yang berada dalam tenda, hanya Kelik yang berisik kedinginan. Red, Irzak & Sisnal aman diselimuti sleeping bag. Kelik pun menagih sleeping bag Red, huh enak aja! Gak tega juga, akhirnay Red kasih jaket. Namun apa yang dilakukan? Kelik menggunakan jaket merah Red di bagian kaki seperti memakai celana... Sial!

Pagi mulai menunjukkan rupanya, Red minta Kelik mengembalikan jaket merah. Red segera keluar membawa kamera untuk menangkap objek-objek fantastis pagi hari sekaligus merasakan sensasi sunrise. Potret sana, potret sini tak terhindarkan... Siapapun orangnya, Red tangkap gambarnya dengan kamera pocket merah Sony. Dari geng Bintaro (Indra, Bayu, Apri), TS (apoeiy), Willy dan Heru, tim Tangerang (Djal & Derli), si anak SMA imut (Sa'id), Fajar (yang duluan nyampe puncak kemarin, bareng Djal), juga Raffi yang setenda bareng Mas Wil (tendanya sama percis ama yang dibawa Irzak, baik warna, tipe ataupun merknya), rekan setenda (Irzak & Susnal), Kelik, dan satu rombongan dengan perlengkapan bermerk (Joko, Joyo, Ebay) yang baru naik puncak saat pasukan sudah siap-siap mau turun. Cerita keindahan puncak Cikuray terletak pada panorama gunung-gunung di sekitar Cikuray yang bentuknya terlihat jelas (contoh: gunung Papandayan). Belum lagi terbentuk bayangan segitiga dari gunung Cikuray itu sendiri, unik! Dan yang sudah Red ketahui saat membaca catatan-catatan pendaki yang pernah ke Cikuray, yaitu gumpalan awan-awan di Puncak, rasanya berada di atas negeri awan!!!

Pukul 10 pasukan mulai turun, Red terus berdoa supaya tidak hujan... Terhitung 5x Red jatuh terpeleset saat turun. Maklum, cuma pakai sendal gunung (secara ndak punya sepatu trek). Kurang lebih 2,5 jam dibutuhkan pasukan terdepan untuk turun gunung, tidak terlalu banyak rest, hanya istirahat lumayan lama saat Mas Wil membuka perbekalan Inaco nya sebelum memasuki perkebunan teh (asli, Red ngga tau dimana pos 1, pos 2, dst... hanya mengerti kebun teh, puncak bayangan, dan puncak). Di pemancar, hanya leha-leha, istirahat, mengendurkan otot yang letih. Semua pasukan berkumpul pukul stengah 3. Kelik, Djal, dan Raffi menjadi rombongan terakhir. Kelik dengan kondisi pincang menenteng tas kresek hitam, dan carielnya dibawa oleh Djal. Kondisi diperparah dengan tidak bersedianya truk yang sudah deal menjemput kami untuk turun ke kota! Truk nya sih ada, tetapi hanya akan mengangkut akar wangi ke sebuah pabrik, bukannya mengangkut kami. Huuuh, daftar nomor telepon tukang truk nambah lagi di situ karena mencari informasi ketersediaan truk yang bisa menjemput kami. Sampai akhirnya jam 5 pasukan dijemput truk hasil negosiasi by phone oleh kapten tim dan Fajar. Kali ini Red ndak mau duduk di depan, lebih memilih berdiri di belakang truk bareng rekan-rekan. Sulit juga lho berdiri di truk dengan kondisi jalan yang parah, mesti jaga keseimbangan. Sempat dengar obrolah Joyo dan Ebay yang berbicara mengenai Gua Buniayu, tujuan trip Red selanjutnya. Hehehe...!!!

Harga truk kali ini lebih mahal 50 ribu dibanding saat berangkat. Tak apalah, daripada tak bisa pulang. Di terminal Garut, jam menunjukkan pukul 7 malam. Sempat menaikkan dan menurunkan barang-barang di 1 bus eksekutif karena harganya terlalu mahal (45rb, harga biasa ekonomi AC 35rb). Namun, Red memutuskan untuk pulang duluan bila pasukan masih akan menunggu bus selanjutnya. Sampai akhirnya, semua pasukan naik bus yang itu-itu juga, karena bus selanjutnya ndak lewat-lewat. Beruntung Red bisa turun jembatan di tol timur Bekasi. Itu pun menjejekkan kaki di rumah pukul 12 dini hari. Haaah... Pegel, cape, fatique jadi satu. Sampai-sampai Red melakukan streching habis-habisan sebelum tidur, supaya esok paginya tidak sakit seluruh badan, Pagi menjelang, Red memejamkan mata sembari mengenang perjalanan Cikuray dengan teman-teman baru yang tak kalah seru... Nice to know u, guys!!!

Thursday, March 3, 2011

Putar-putar Jakarta dulu yuuuk!

Diawali dengan gatalnya kaki Red yang ingin jalan-jalan. Terbesitlah ide "walking museum to museum" dan korban kali ini adalah Lulu... Ya, dan hanya Lulu!

Berangkat pukul stengah 10 pagi dari Bekasi, trayek kali ini menggunakan kereta api AC ekonomi seharga 4500 Rupiah bertujuan stasiun Kota. Dari sana kami mengarah ke kawasan Kota Tua. Sudah sekitar 4x Red ke kawasan ini, namun belum pernah memasuki museum-museum di sekitarnya. Tujuan pertama kami adalah Museum Sejarah Jakarta atau orang-orang mengenalnya dengan sebutan Museum Fatahillah. Biaya masuk umum hanya Rp. 2000 dan Pelajar/Mahasiswa Rp 1000. Dahulu bangunan museum merupakan kantor gubernur Belanda yang bertugas di Indonesia. Museum yang cukup terkenal, namun baru kali ini Red masuk ke dalamnya. Isi di dalamnya yang pasti interior jaman Belanda, lukisan para pemimpin Belanda atau Inggris yang pernah eksis di Jakarta, patung Hermes yang berdiri dengan gagahnya, dan ada pula penjara bawah tanah yang konon pernah menjadi tempat dikurungnya Pangeran Diponegoro.


Pose di samping patung Hermes

Lepas dari Museum Fatahillah, kami menuju tukang Soto Mie tuk makan siang. Cring pecahan 5rb keluar setelah makan. Dilanjut menuju Museum Wayang yang tiket masuknya sama dengan harga tiket Museum Fatahillah. Di sini... Tentunya diisi berbagai macam wayang dan boneka dari seluruh nusantara, bahkan dari luar negeri kita, seperti boneka atau wayang Malaysia, Vietnam, Thailand, Belanda, bahkan Inggris. Unyil dan kawan-kawannya pun ada di sana lho, sampai boneka-boneka seram pun ada ~_~". Bagian yang paling Red suka adalah lantai yang bergambar berbagai bagian tubuh wayang. It's cool!!!


Berbagai bentuk bagian tubuh wayang menghiasi lantai museum

Planningnya mau dilanjut ke Museum Keramik, tapi kok tutup yaaa. Melajulah kami ke Museum Bank Indonesia yang berisi sejarah perkembangan kebijakan perekonomian Indonesia dari jaman sebelum merdeka sampai sekarang ini. Museum terkeren yang pernah Red kunjungi... Bersih, rapi, dan tanpa blitz kamera di dalam museum. Red harus menitipkan tas sebelum masuk, jadi yang bisa dibawa hanya barang berharga dan kamera. Masuknya pun gratis, walaupun tetap menggunakan tiket. Ini baru yang namanya museum...

Target selanjutnya adalah Museum Bank Mandiri, waktu sudah menunjukkan pukul 15.40. Belum juga masuk ke dalam museum, security sudah mencegah kami masuk. Dia mengatakan kalau saat itu sudah waktunya museum akan ditutup. Haaah, Red kecewa! Untuk mengobati kekecewaan, kami makan... Red beli pempek, Lulu beli somay. Pukul 4 sore, masih malas untuk bergegas pulang ke rumah. Diputuskan kami akan mencari satu klenteng yang terletak di Petak Sembilan, Glodok.


Bagian depan klenteng petak sembilan

Menuju Glodok dari arah Kota Tua, Lulu menunjukkan letak jembatan Glodok yang masih terlihat dari kawasan Kota. Jembatan itu terlihat dekat, ya... jadilah kami berdua berjlan kaki dari depan Museum Bank Mandiri ke Pasar Glodok. Wew @_@ jauh juga lho, dan berjalan tanpa arah pula karena belum tahu letak pasti klenteng. Perlu ngubek-ngubek pasar & bertanya pada tukang parkir dahulu, barulah kami menemukan klenteng daerah Petak Sembilan itu. Wuih, warnanya eye catching banget... Merah! Suasana sekitar klenteng agak meriah, karena 3 hari ke depan merupakan hari raya etnis Tionghoa (Imlek). Hanya sempat mengambil beberapa foto di sana, karena malu untuk masuk ke dalam klenteng. Padahal ingin sekali melihat patung-patung Dewi Kwan Im yang dengar-dengar usianya sudah ratusan tahun. Huffft... Mungkin lain kali Red akan kembali ke sini. Oh ya, ada satu fenomena agak ganjil di klenteng. Banyak sekali gelandangan dan pengemis duduk atau tiduran di halaman klenteng. Mungkin mereka sengaja melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dan mengharapkan derma dari para jemaat yang akan melakukan ritual di klenteng. Mungkin...