Friday, March 25, 2011

Rumah Hantu (pertama & kalau bisa yang terakhir)

Well, of course... It was a silly thing!!!

Berawal dari berkumpulnya sahabat-sahabat Red semasa kelas 1.5 di SMU (Lulu, Ani, Ayu, & Chintya)untuk memperingati seperempat abadnya Ani, tentu saja diisi dengan traktiran si Nona Ani. Ani memilih untuk makan-makan di daerah Bekasi, Bekasi Square lebih tepatnya. Kebetulan di saat yang sama sedang diadakan Wahana hantu yang bernama "Pondok Hantu Makam Kota Tua".

Red sebenarnya hanya iseng berkata ingin sekali-sekali masuk rumah hantu, dan entah mengapa mereka pun tertarik untuk melakukan uji nyali di sana. Hehehe... Cring! keluarlah uang Rp. 10.000 dari kantong kami masing-masing. Harga tiket masuk Rp. 20.000 untuk 2 orang, kami pun bergabung dengan 1 orang dari rombongan lain untuk menggenapkan pembayaran (tetep gak mau rugi!). Saat antri masuk ke wahana, dipasang speaker yang sepertinya sih, suaranya itu diambil dari pengunjung yang sedang berkelana di dalam rumah hantu. Sudah dapat dipastikan, yang keluar adalah suara-suara jeritan dan teriakan histeris dari pengunjung. Hiii... Excited gimanaaa gitu dengernya! Kami pun menemukan 1 fenomena lagi di antrian ini. Setelah melihat kesana kemari sepanjang antrian masuk, kok kelihatannya kami berlima itu pengunjung paling tua yak... ~_~" Secara memang yang biasanya tertarik dengan hal-hal sepert ini kan anak-anak ABG yang notabene masih SMP atau SMA. Kami menyadari hal itu kok, tapi kan tidak ada salahnya tho, mumpung kami berlima bisa kumpul bareng. Harus ada hal seru yang membuat peristiwa hari ini kami ingat.


Jeng...Jeng...Jeng!!! Tibalah waktunya kami masuk ke wahana. Mulai melewati pintu masuk (bentuknya dibuat menyerupai gua), kami sempatkan berfoto di situ :D Ternyata di depan masih ada pintu kedua, berupa ruangan terbuka untuk menyiapkan mental kami masing-masing sebelum memasuki rumah hantu yang sebenarnya. Lucunya, di sini Ayu melihat tulisan "Dilarang mengambil gambar dan memukul hantu" hahaha... Di ruang peralihan ini juga terdapat sekumpulan anak lelaki yang takut-takut untuk memasuki ruang hantu. Sampai akhirnya kami mendahului, dengan salah satu dari mereka berkata "belom tau aja tuh mereka". What? Belum tau apa... Huh, dasar lelaki penakut kalian semua!

Gelap... Kesan pertama Red masuk (ya iyalah, namanya juga rumah hantu). Posisi terdepan diambil oleh Chintya yang sudah ditempeli Ani & Ayu. Jadilah Red & Lulu menjadi orang terbelakang. Lompat sambil lari-lari kecil dan berkata "Hwaaa..." pun sempat Red lakukan saat pertama kali melihat hantu jongkok yang berdiri saat kami lewat. Konyoool!!! Lulu dengan asiknya komentar, Wie jangan lari dong! Sepertinya dia juga takut ditinggal di belakang sendirian. Hehehe (ngeles.com)! Selanjutnya, ada hantu gendong anak yang sepertinya mengikuti Red & Lulu, hantu itu pun beberapa kali menyenggol Red. Memang dasarnya ndak suka disentuh-sentuh, Red teriak "Eh, gw gak suka ya dipegang-pegang" dan berhasil... Hantu itu berhenti dorong-dorong dan mengikuti kami. Setelahnya, Red kurang aware dengan hantu lainnya, karena memang kondisi dalam ruang yang sangat gelap. Hantunya pun kurang terlihat dengan jelas. Sampailah kami di dekat pintu keluar, ada 2 hantu yang memaksakan diri menakuti dengan mengeluarkan lidahnya. Huh, gak nyeremin! Red pun memberi lambaian tangan saat hendak keluar dari pintu. Sudah di luar pintu, tebak apa yang kami lakukan? Tertawa terbahak! Sambil membahas teriakan Red di dalam tadi, dan mengutuki diri kami yang sempat agak-agak ketakutan saat hendak masuk.

Hmmm, Red pikir inilah rumah hantu pertama, dan terakhir yang dimasuki. Besok-besok udah males deh masuk rumah hantu lagi... Oh ya, maaf untuk Ani. Red janji ndak akan upload foto kami dalam rumah hantu di FB, namun tak tahan untuk tidak memasukkannya di blog ini. Red gak ingkar janji dong! Hihihi...

Tuesday, March 8, 2011

Berlumpur ria di gua vertikal Buniayu

Trip yang sudah didengung-dengungkan sekitar 2 bulan, akhirnya terealisasi tanggal 5 Maret 2011. Masih bersama pasukan ProFauna sekitar Bekasi, kali ini plus Bedul (anak GMC, adik kelas Red). Pasukan di mobil berjumlah 7 orang dewasa dan 2 bocah pitik (Anu & A'ay buntutnya Bu Ir). Start dari Bekasi tanggal 4 Maret pukul 10 malam. Kondisi jalan malam Sabtu, wah ampun macetnya! Pukul 2 dini hari pasukan baru mencapai kawasan Cicurug, sekitar Lido. Itupun dengan kondisi perut kelaparan, sehingga kami mlipir nongkrong di sebuah warkop untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan, tentunya dengan mata yang juga terkantuk-kantuk. Pukul 4 pasukan tiba di Wahana wisata "Gua Buniayu", dengan arahan dari Pak Kakay, contact person aktivitas caving kami. Sebenarnya disediakan sebuah rumah untuk beristirahat, harganya per malam nya Rp. 100.000 dan bisa menampung banyak orang. Namun kami memilih istirahat di mushola, karena hari sudah menjelang pagi. Hihihi... Padahal mah emang gak mau rugi, cuma istirahat beberapa jam masa mesti bayar seratus ribu. :P

Pukul 7 pasukan sudah siap dengan perlengkapan yang disiapkan dinas Perhutani yang terdiri dari wearpack, helmet, dan boot. Sayangnya senter yang ada di helmet tidak ada yang bisa digunakan. Untungnya pun, Red membawa senter kecil dan headlamp. Jadi gak bakal kesandung-sandung dalam gua. Satu-satunya penerangan yang disediakan adalah lampu karbit yang dipakai sendiri oleh pemandu. Ckckck... Egois banget dah kami gak dibagi lampunya. Hehehe!

Judulnya saja sudah gua vertikal, jadi untuk masuk ke dalamnya kami harus turun dibantu dengan tali karamantel. Ada dua teknik untuk turun ke dalam gua vertikal, pertama menggunakan Single Rope Technique (SRT)yang biasanya dikuasai para caver (penelusur gua) dan teknik dikerek (hahaha), jadi diturunin aja gt ke bawah pake tali. Nah, berhubung kami bukan caver handal dan kebanyakan baru pertama kalinya masuk gua menggunakan peralatan lengkap, jadilah kami diturunkan pelan-pelan. Itu pun masih ada aja yang takut plus agak-agak ngeri. Suasana dalam gua: gelap (pastinya!) dan lembab. Penelusuran pun dimulai... Wow, what a great stalactites!!! Stalaktit dan Canopy cantik banyak bertebaran di dinding atas dan kanan kiri gua. Red mencari istilah khusus yang lain (stalagmit), tetapi kok ndak kelihatan ya. Ooow, ternyata memang di sana agak jarang stalagmit ya, karena gua cenderung basah, bahkan banjir bila curah hujan sangat tinggi. Jadi jarang ada stalagmit yang terbentuk. Hampir sepanjang koridor gua terdapat genangan air. Jadi, sia-sia jika membuang air yang menggenang di dalam boot. Toh, beberapa meter ke depan akan ada air lagi yang mengisi sepatu boot kami ~_~"

Tengah perjalanan, ssang pemandu yang hanya seorang diri meminta waktu untuk mengganti bahan bakar karbitnya. Jadi, kami bertujuh dipersilahkan untuk beristirahat sementara waktu. Red, satu-satunya orang yang memakai head lamp bermaksud menghemat baterai dengan memadamkan lampu selagi istirahat, dan hiii... Gelap betul dalam gua tanpa penerangan apapun, hanya hitam yang terlihat di depan mata. Usut punya usut, ternyata si pemandu punya maksud mengganti bahan bakarnya yang sebenarnya belum habis. Ternyata... Trek gua yang dihadapi selanjutnya amat menantang!!! Mulai genangan air setinggi pinggang, lubang besar yang harus dilewati dengan memasang webbing, lumpur setinggi lutut, harus melewati medan dengan posisi menunduk sampai jongkok, belum lagi di akhir bagian gua kami harus menaiki tangga tali. Huuuh, agak ribet, namun tetap seruuu!!! Pake acara evakuasi sepatu boot segala... Hehehe... Yeah, sepatu Red, Mba Ir, n Ranu sempet masuk ke lumpur soalnya.

Keluar dari gua, tampang sudah ndak karuan... Tanah di sekujur badan. Dengan kondisi seperti itu, kami berjalan menuju air terjun yang posisinya tidak jauh dari Gua Buniayu. Agak lupa nama air terjunnya, nanti Red liat contekan dulu yaaa. Yang pasti, pengalaman pertama masuk gua dengan alat lengkap kali ini cukup membuat paha pegel, karena lumpur yang cukup tinggi, dan membuat para peserta semuanya terlelap di tengah perjalanan pulang, meninggalkan Bu Irma yang sedang sendirian menyetir kendaraan. Memang ya, peserta kali ini songong semuaaa...

Sunday, March 6, 2011

Benar-benar "ngesot" di Cikuray

Red adalah salah satu "Kaskus Reader" tetapi tanpa akun Kaskus. Satu saat, Red membaca postingan mengenai ajakan seorang kaskuser untuk mendaki Gunung Cikuray. Wah, ketertarikan untuk ikut serta mulai muncul, sayangnya tidak ada contact person yang bisa dihubungi di post itu. Red bela-belain mencari informasi lebih jauh dengan membuat akun Kaskus. Akhirnya, jadi punya akun Kaskus juga ~_~" Kordinasi berjalan baik dengan TS yang membuat postingan. Tinggal cari temen yang bisa diracunin untuk ikut trip ini... Aktivitas selanjutnya menebar racun Cikuray ke kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang, dan yang terkena racun cuma Kelik. Lumayan, daripada ikut trip seorang diri dengan semua peserta yang belum Red kenal. Trip ini dimulai 11 Februari malam dan berakhir 13 Februari malam.

Hari-H pun datang, inilah urutan kegiatannya: pulang dari sekolah, packing, pinjam pasak sama B'Ervin, makan malam, shalat Isya, dan brangkat menuju meeting point (Pasar Rebo). Red sampai Pasar Rebo lebih dulu dibanding Kelik, jadilah di sana mencari-cari teman ngobrol, tentunya setelah menemukan si TS yang ternyata bernama Apoeiy. Tak berapa lama, Red menemukan teman chitchat dari Bintaro yang merupakan rombongan paling awal tiba di meeting point. Mereka adalah Bayu, Indra, dan Apri yang biasa dipanggil Bogel oleh rekan-rekannya. Semua peserta tetap menunggu di samping pintu masuk halte TransJakarta Pasar Rebo sampai semua peserta terkumpul. Peserta atau pasukan terkumpul sejumlah 17 orang, dilanjut dengan naik bus Kp. Rambutan - Garut dengan biaya Rp. 35.000. Waktu menunjukkan pukul 11 malam lebih saat itu. Bus berjalan dalam kondisi damai,hanya terdengar obrolan Apoeiy dan salah satu rekannya (Willy) yang namanya baru Red ketahui setelah temenan di FB. Topik percakapan? tidak jauh-jauh dari dunia pernaik gunungan pastinya...

Bus memasuki terminal Garut sekitar pukul 3 dini hari. Pasukan yang berjumlah 17 bertambah 2 orang, datang menghampiri kami dan mereka mengaku berasal dari Tangerang. Red tahu nama mereka pun lagi-lagi setelah jadi teman di FB ^^V Namanya Djal & Derli. Semua sudah berkumpul, pasukan mencari tempat ngaso alias istirahat sebelum pagi datang. Kebanyakan memilih untuk tidur dan rebahan di mushola sambil menunggu adzan Shubuh. Shubuh menjelang, selesai menunaikan shalat Sang TS pun sibuk mencari kendaraan yang bisa disewa untuk sampai ke Pemancar (titik awal pendakian). Apa yang dikerjakan Red sambil menanti kendaraan sewaan? Jawabannya adalah putar-putar terminal Garut sembari mencari tukang bubur untuk dibeli buburnya, mengganjal perut yang sudah membutuhkan sarapan untuk metabolisme karbohidrat dalam tubuh. Halah2...

Belum pukul 6 pagi WIB, sudah ada angkutan bak terbuka yang bersedia mengantar kami ke Pemancar. Ternyata Kelik pun mendapatkan kendaraan berupa truk yang juga bisa mengantar sekitar pukul 8. Pertimbangan waktu dan memang semua bawaan sudah diletakkan di bak belakang, Kapten trip tetap memilih si bak terbuka hitam membaktikan dirinya pada kami. Secara Red satu-satunya wanita, dipersilahkan duduk di depan dong bareng Pak supir dan seorang lagi bernama Ninot (Red gagal jadi satu-satunya wanita di trip ini, karena ternyata ada Ninot dan dia juga perempuan :D). Mobil berjalan perlahan di jalan raya Guntursari, setelah melewati tanjakan... Kok mobilnya agak ngadat yaaa. Ditunggu 5 menit, 10 menit, sampai entah berapa menit, Pak supir menyerah!!! Kelik yang semangat banget menghubungi truk yang sempat bernegoisasi dengannya ndelalah tidak menyimpan nomor si tukang truk dengan baik di HP nya. Yo wes, mau ngga mau kembali lagi ke pasar dekat terminal. Pasukan pun ndak ada yang mau nemenin Kelik, Red ngajuin diri deh daripada bulukan nongkrong di pinggir jalan. Naik angkot dari tempat mobil mogok ke terminal sebenarnya hanya butuh 1x, namun karena tergoda dengan truk-truk yang bersliweran di pinggir jalan, jadilah kami 3x naik angkot dengan trayek yang sama menuju terminal. Asli, Red jadi punya koleksi nomer telpon tukang truk yang ada di Garut... Beruntung, truk yang pagi tadi negosiasi dengan Kelik masih berada di tempat dan baru akan jalan pukul 8. Eeeh, si Kapten Apoeiy udah ndak sabar aja lho. Bolak-balik sms in Red supaya truknya cepetan jalan. Kan bukan Red ya supirnya :3 Singkat cerita, kami deal harga 200rb untuk sekali antaran dari tempat mobil mogok tadi (masih jalan Guntursari) sampai Pemancar. Truk itu memang sekalian antar barang juga ke daerah sekitar Pemancar. Red tetap duduk di depan, ngobrol sama Pak Supir dan mendapat satu pengetahuan baru yaitu orang-orang Garut yang merantau kemana-mana biasanya berprofesi sebagai tukang golok! Hahaha. Jadi pengen ngebuktiin sendiri deh...
Red duduk bersama Pak supir truk

Jalan menuju Pemancar memang dasyat! Jalur dihiasi dengan tanjakan dan turunan tajam plus kondisi jalan yang tidak rata. Kanan kiri jalan bertebaran kebun-kebun teh yang menghibur mata (walaupun badan goyang ke sana kemari). Di Pemancar berdiri 2 buah pemancar, sepertinya tempat ini adalah stasiun pemancar siaran televisi. Pasukan yang berjumlah 19 orang (berkurang saat mobil bak mogok, rombongan Ninot pun memutuskan naik angkot mendahului kami, jadilah kembali Red satu-satunya wanita) bersiap untuk pendakian dengan mengisi tempat-tempat air yang kosong. Yeah, tidak ada sumber air di Gunung Cikuray, jadi semua pendaki diharuskan membawa cadangan air dari bawah. Pendakian dimulai sekitar pukul stengah 12 dengan kondisi cuaca yang agak mendung. Trekking dimulai dari Pemancar dengan medan kebun teh, semakin lama makin masuk ke dalam hutan Cikuray. Fyuhhh, lumayan berasa berat ya kalau jarang ditempa latihan fisik sebelum mendaki... Bagusnya karena jumlah pasukan yang lumayan banyak, jadi perjalanan pun banyak diselingi dengan istirahat. Sempat turun gerimis mengundang sebelum ketinggian 2000 mdpl (tahu ketinggian dari rekan yang punya jam tangan altimeter :D), tetapi gerimis tersebut hanya berusaha meledek pasukan kami. Entah mulai di ketinggian berapa hujan deras benar-benar turun dan menyulitkan semuanya. Jas hujan yang Red bawa amat besar dan bocor pula, hingga jalan pun rasanya berat. Belum lagi trek yang selalu dialiri air, menambah sulitnya trekking kali ini. Ada yang sama lho raincoatnya dengan yang Red pakai, hanya saja si orang itu (ternyata namanya Heru) menggunakan raincoat yang berwarna pink! Biar hujan, biar badai namun pasukan tetap tegap berjalan Gaaan!!! Mana sepanjang jalan ada kata-kata mutiara yang niatnya sih nyemangatin, tapi kok jatuhnya malah ngecengin yaaa... Sampai akhirnya berada di Puncak bayangan Gunung Cikuray yang berada pada ketinggian sekitar 2400-an mdpl. Di pos itu hujan sudah berhenti turun, pasukan berhenti sekitar 30 menit untuk ngemil dan menunggu sisa anggota yang berada di belakang.

After long rest, pasukan kembali bersemangat menuju puncak Cikuray... Kami menganggap puncak sudah di depan mata saat itu. Padahal sebenarnya masih jauuuh!!! Menurut observasi Red pun seperti itu, kanan kiri trek sudah penuh dengan tanaman Cantigi (tumbuhan khas daerah di atas 2400 mdpl), tapi kok gak sampe-sampe di puncak! Fatamorgana abesss! Keluarlah sambat-sambit Red yang sudah lelah, letih, lesu menghadapi pendakian. Namun, smangat dari rekan-rekan bisa menghapus semuanya. Oh ya, dsini sempat ktemu Susnal (seorang adik kelas Giesar alias Cilun, yang notabenenya adik kelas Red di GMC organisasi sispala SMA 2 Bekasi). Wuih, sempet berasa tua euy... By the way, giliran hampir puncak, kami diharuskan trekking dengan jalur yang cukup sulit berbatu-batu. Hyuh, demi sampai puncak dan istirahat!

@ the top of Cikuray mountain!!! Semua pasukan langsung bergegas menggelar tenda masing-masing. Berhubung tenda ada di Kelik dan dia masih jauh di belakang sana, Red numpang dalam tenda yang dibawa Irzak (teman Susnal, mahasiswa Poltek). Menyempatkan diri foto sunset, namun matahari kurang bersahabat sore itu karena mungkin masih ngambek habis hujan. Sambil menunggu sayur sop dan nuget yang juga ada di Kelik, kami bertiga (Red, Irzak, Susnal) mengolah bahan makan yang bisa dimasak. Saat Kelik datang, uyeee senang rasanya! Karena bisa makan sayur & nuget tentunya ^^V. Keliknya sendiri pun mengeluh, karena mengalami cidera pada lututnya. Hehehe, maap brader gak bisa nungguin dikau pada saat mendaki karena Red takut kalo jalan paling belakang. Peace ah! Kami masih asik mengolah masakan, sementara tenda-tenda lain di luar sana sudah ramai mengucapkan "Selamat Makan". Huh, kok pada cepet sekali ya masaknya... Sekitar pukul 10, semua masakan matang dan hajarrr. Tak sampai setengah jam, yang tersisa hanya sayur sop dan mata kami pun merajuk minta diistirahatkan. Tengah malam, Red mendengar bunyi sms di HP, lho kok bisa ada sinyal ya. Tetapi saat di cek, sinyal pun telah hilang, mungkin sinyalnya cuma lewat. Diantara kami ber-4 yang berada dalam tenda, hanya Kelik yang berisik kedinginan. Red, Irzak & Sisnal aman diselimuti sleeping bag. Kelik pun menagih sleeping bag Red, huh enak aja! Gak tega juga, akhirnay Red kasih jaket. Namun apa yang dilakukan? Kelik menggunakan jaket merah Red di bagian kaki seperti memakai celana... Sial!

Pagi mulai menunjukkan rupanya, Red minta Kelik mengembalikan jaket merah. Red segera keluar membawa kamera untuk menangkap objek-objek fantastis pagi hari sekaligus merasakan sensasi sunrise. Potret sana, potret sini tak terhindarkan... Siapapun orangnya, Red tangkap gambarnya dengan kamera pocket merah Sony. Dari geng Bintaro (Indra, Bayu, Apri), TS (apoeiy), Willy dan Heru, tim Tangerang (Djal & Derli), si anak SMA imut (Sa'id), Fajar (yang duluan nyampe puncak kemarin, bareng Djal), juga Raffi yang setenda bareng Mas Wil (tendanya sama percis ama yang dibawa Irzak, baik warna, tipe ataupun merknya), rekan setenda (Irzak & Susnal), Kelik, dan satu rombongan dengan perlengkapan bermerk (Joko, Joyo, Ebay) yang baru naik puncak saat pasukan sudah siap-siap mau turun. Cerita keindahan puncak Cikuray terletak pada panorama gunung-gunung di sekitar Cikuray yang bentuknya terlihat jelas (contoh: gunung Papandayan). Belum lagi terbentuk bayangan segitiga dari gunung Cikuray itu sendiri, unik! Dan yang sudah Red ketahui saat membaca catatan-catatan pendaki yang pernah ke Cikuray, yaitu gumpalan awan-awan di Puncak, rasanya berada di atas negeri awan!!!

Pukul 10 pasukan mulai turun, Red terus berdoa supaya tidak hujan... Terhitung 5x Red jatuh terpeleset saat turun. Maklum, cuma pakai sendal gunung (secara ndak punya sepatu trek). Kurang lebih 2,5 jam dibutuhkan pasukan terdepan untuk turun gunung, tidak terlalu banyak rest, hanya istirahat lumayan lama saat Mas Wil membuka perbekalan Inaco nya sebelum memasuki perkebunan teh (asli, Red ngga tau dimana pos 1, pos 2, dst... hanya mengerti kebun teh, puncak bayangan, dan puncak). Di pemancar, hanya leha-leha, istirahat, mengendurkan otot yang letih. Semua pasukan berkumpul pukul stengah 3. Kelik, Djal, dan Raffi menjadi rombongan terakhir. Kelik dengan kondisi pincang menenteng tas kresek hitam, dan carielnya dibawa oleh Djal. Kondisi diperparah dengan tidak bersedianya truk yang sudah deal menjemput kami untuk turun ke kota! Truk nya sih ada, tetapi hanya akan mengangkut akar wangi ke sebuah pabrik, bukannya mengangkut kami. Huuuh, daftar nomor telepon tukang truk nambah lagi di situ karena mencari informasi ketersediaan truk yang bisa menjemput kami. Sampai akhirnya jam 5 pasukan dijemput truk hasil negosiasi by phone oleh kapten tim dan Fajar. Kali ini Red ndak mau duduk di depan, lebih memilih berdiri di belakang truk bareng rekan-rekan. Sulit juga lho berdiri di truk dengan kondisi jalan yang parah, mesti jaga keseimbangan. Sempat dengar obrolah Joyo dan Ebay yang berbicara mengenai Gua Buniayu, tujuan trip Red selanjutnya. Hehehe...!!!

Harga truk kali ini lebih mahal 50 ribu dibanding saat berangkat. Tak apalah, daripada tak bisa pulang. Di terminal Garut, jam menunjukkan pukul 7 malam. Sempat menaikkan dan menurunkan barang-barang di 1 bus eksekutif karena harganya terlalu mahal (45rb, harga biasa ekonomi AC 35rb). Namun, Red memutuskan untuk pulang duluan bila pasukan masih akan menunggu bus selanjutnya. Sampai akhirnya, semua pasukan naik bus yang itu-itu juga, karena bus selanjutnya ndak lewat-lewat. Beruntung Red bisa turun jembatan di tol timur Bekasi. Itu pun menjejekkan kaki di rumah pukul 12 dini hari. Haaah... Pegel, cape, fatique jadi satu. Sampai-sampai Red melakukan streching habis-habisan sebelum tidur, supaya esok paginya tidak sakit seluruh badan, Pagi menjelang, Red memejamkan mata sembari mengenang perjalanan Cikuray dengan teman-teman baru yang tak kalah seru... Nice to know u, guys!!!

Thursday, March 3, 2011

Putar-putar Jakarta dulu yuuuk!

Diawali dengan gatalnya kaki Red yang ingin jalan-jalan. Terbesitlah ide "walking museum to museum" dan korban kali ini adalah Lulu... Ya, dan hanya Lulu!

Berangkat pukul stengah 10 pagi dari Bekasi, trayek kali ini menggunakan kereta api AC ekonomi seharga 4500 Rupiah bertujuan stasiun Kota. Dari sana kami mengarah ke kawasan Kota Tua. Sudah sekitar 4x Red ke kawasan ini, namun belum pernah memasuki museum-museum di sekitarnya. Tujuan pertama kami adalah Museum Sejarah Jakarta atau orang-orang mengenalnya dengan sebutan Museum Fatahillah. Biaya masuk umum hanya Rp. 2000 dan Pelajar/Mahasiswa Rp 1000. Dahulu bangunan museum merupakan kantor gubernur Belanda yang bertugas di Indonesia. Museum yang cukup terkenal, namun baru kali ini Red masuk ke dalamnya. Isi di dalamnya yang pasti interior jaman Belanda, lukisan para pemimpin Belanda atau Inggris yang pernah eksis di Jakarta, patung Hermes yang berdiri dengan gagahnya, dan ada pula penjara bawah tanah yang konon pernah menjadi tempat dikurungnya Pangeran Diponegoro.


Pose di samping patung Hermes

Lepas dari Museum Fatahillah, kami menuju tukang Soto Mie tuk makan siang. Cring pecahan 5rb keluar setelah makan. Dilanjut menuju Museum Wayang yang tiket masuknya sama dengan harga tiket Museum Fatahillah. Di sini... Tentunya diisi berbagai macam wayang dan boneka dari seluruh nusantara, bahkan dari luar negeri kita, seperti boneka atau wayang Malaysia, Vietnam, Thailand, Belanda, bahkan Inggris. Unyil dan kawan-kawannya pun ada di sana lho, sampai boneka-boneka seram pun ada ~_~". Bagian yang paling Red suka adalah lantai yang bergambar berbagai bagian tubuh wayang. It's cool!!!


Berbagai bentuk bagian tubuh wayang menghiasi lantai museum

Planningnya mau dilanjut ke Museum Keramik, tapi kok tutup yaaa. Melajulah kami ke Museum Bank Indonesia yang berisi sejarah perkembangan kebijakan perekonomian Indonesia dari jaman sebelum merdeka sampai sekarang ini. Museum terkeren yang pernah Red kunjungi... Bersih, rapi, dan tanpa blitz kamera di dalam museum. Red harus menitipkan tas sebelum masuk, jadi yang bisa dibawa hanya barang berharga dan kamera. Masuknya pun gratis, walaupun tetap menggunakan tiket. Ini baru yang namanya museum...

Target selanjutnya adalah Museum Bank Mandiri, waktu sudah menunjukkan pukul 15.40. Belum juga masuk ke dalam museum, security sudah mencegah kami masuk. Dia mengatakan kalau saat itu sudah waktunya museum akan ditutup. Haaah, Red kecewa! Untuk mengobati kekecewaan, kami makan... Red beli pempek, Lulu beli somay. Pukul 4 sore, masih malas untuk bergegas pulang ke rumah. Diputuskan kami akan mencari satu klenteng yang terletak di Petak Sembilan, Glodok.


Bagian depan klenteng petak sembilan

Menuju Glodok dari arah Kota Tua, Lulu menunjukkan letak jembatan Glodok yang masih terlihat dari kawasan Kota. Jembatan itu terlihat dekat, ya... jadilah kami berdua berjlan kaki dari depan Museum Bank Mandiri ke Pasar Glodok. Wew @_@ jauh juga lho, dan berjalan tanpa arah pula karena belum tahu letak pasti klenteng. Perlu ngubek-ngubek pasar & bertanya pada tukang parkir dahulu, barulah kami menemukan klenteng daerah Petak Sembilan itu. Wuih, warnanya eye catching banget... Merah! Suasana sekitar klenteng agak meriah, karena 3 hari ke depan merupakan hari raya etnis Tionghoa (Imlek). Hanya sempat mengambil beberapa foto di sana, karena malu untuk masuk ke dalam klenteng. Padahal ingin sekali melihat patung-patung Dewi Kwan Im yang dengar-dengar usianya sudah ratusan tahun. Huffft... Mungkin lain kali Red akan kembali ke sini. Oh ya, ada satu fenomena agak ganjil di klenteng. Banyak sekali gelandangan dan pengemis duduk atau tiduran di halaman klenteng. Mungkin mereka sengaja melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dan mengharapkan derma dari para jemaat yang akan melakukan ritual di klenteng. Mungkin...

Saturday, January 22, 2011

Kembali Melintang Malang (II)

Hari ke-4 (31 Desember 2010)
Pagi di hari terakhir tahun 2010, masih di Kota Malang… Aktivitas cuma jalan-jalan keluar (sekitar jalan raya Sulfat), ngga jauh-jauh dengan satu alasan: “takut nyasar” karena sepertinya Red punya kemampuan spasial dibawah rata-rata. Hehehe… Sepanjang jalan ternyata banyak yang jualan makanan. Sebenarnya Red sudah sarapan di rumah, untungnya cuma makan sedikit nasi, jadi ndak masalah kan kalo diisi nasi pecel lagi :D Harusnya ada 1 aktivitas lagi yang mesti dilakuin, it’s packing! Red mau ikut Gale ke Pulau Sempu, bareng beberapa temennya juga dari Himakpa. Kalau Pian planning new year’s eve nya ke Pantai Bajul Mati. Jadi, yaaah Red pilih Sempu deh yang ada trekking nya. Berhubung Gale bilang bakal brangkat sore, Red nyantai aja gak packing pagi-pagi, siang-siangan aja lah nanti.

Tak dinyana & tak diduga sekitar jam stengah 11 si Gale sms menyatakan pembatalan trip ke Sempu. Hah??? Apa2 an nih seenaknya aja dia ngebatalin. Bagusnya dia memberi tujuan lain buat malam tahun baruan, yaitu ke Gunung Kelud bareng anak-anak IPKA (sedikit dibahas pada postingan blog sebelumnya). Red gak jadi ngamuk deh! Agak jiper sih diajakin naek gunung tanpa persiapan fisik (joging, skipping, renang, spedaan any kind of aerobik exercise) sebelumnya. Baru agak tenang setelah dikasih bocoran ama Gale & Pian kalo Kelud itu gunung wisata seperti Bromo. Ooo… bulet! Seketika itu Red bergerak buat packing, soalnya Gale bilang temen-temen udah pada nunggu buat berangkat. Haaa… Bagus banget!!! Ngasi tau dadakan & pada saat-saat terakhir keberangkatan pula. Red mendadak ribet sendiri karena belum punya cemilan di tas buat ngunyah-ngunyah di jalan. Huuuh…

Beres urusan, langsung cabut ke sekretnya IPKA diantar Pian. Sampai di tempat, semua orang udah pada pasang badan di atas motor tinggal ngegas doang. Nah, satu hal selanjutnya benar-benar membuat Red kaget dan melongo, dengan santainya Gale bilang kalau dia nggak ikut trip ini! Whaaat? Jadi maksudnya Red dititipin sama anak-anak IPKA. Notabenenya mereka semua saling kenal, sedangkan Red berasa jadi seorang penyusup yang nyempil di tengah-tengahnya. Oh no…!!! Sekilas liat muka Pian agak-agak worry & Red sendiri rasanya pengen jambak-jambakin si Gale saat itu juga. Terlanjur nongolin muka di sana, masa mau balik kanan pulang, bukan Red banget itu. Ya sudahlah, toh jadi bisa tau Kelud & nambah temen. Tidak banyak cakap lagi, Gale langsung mengenalkan salah seorang yang akan menjadi driver Red sehari ke depan. He is Denny, A Yamaha Vixion driver. Hweee, bakal naek motor gede nih. Ndak masalah sih naik motor apapun, yang jadi masalah adalah kekhawatiran akan diri sendiri yang gampang ngantuk. Kalau diboncengin sama Gale atau Pian yang sepupu sendiri mah cuek aja njedot-njedotin helm karena ngantuk. Lha ini sama orang baru kenal, cukup tau malu juga laaah mau berlaku seperti itu @_@. Thx God, ternyata di motor Vixion itu gak cuma berdua, tapi ada Bona (seorang anak perempuan berusia 5 tahun, anaknya ketua IPKA). Setidaknya dengan adanya Bona, Red bertanggungjawab menjaga si bocah ini dan mesti standby jagain dong kalau-kalau dia ngantuk. Hoho… Senangnya nge-trip bareng anak kecil, karena udah lumayan biasa rafting bareng anaknya teman yang umurnya 6 tahun dan pernah juga ke Anak Krakatau masih dengan anaknya teman (secara belum punya anak sendiri) yang umurnya 1,5 tahun. I think, it’s nice to have a trip with some young guns! Pada trip ini, gak tanggung-tanggung jumlah bocahnya. Sang kepala suku IPKA membawa ketiga anaknya, masing masing Bona (5 tahun), Meru (4 tahun), dan Hima (4 bulan). Seru kan!

Bismillah, motor-motor mulai dinyalakan mesinnya dan berjalan di atas aspal meninggalkan komplek sekretariat IPKA. Walaupun belum kenal dengan yang lain, dsini sempet jabatan tangan dengan 1 wanita cantik IPKA (hmmm, GR nih pasti kalau orangnya baca), tapi langsung lupa namanya saat itu juga. Huhu, peace! Sebalnya, si Gale mukanya ktawa-ktawa seneng gitu. Red jadi merasa dibuang ama dia. Heuh, awas ya Gal! Tunggu pembalasan Red… Hehehe. Sepanjang jalan masih aja protes ama tindakan Gale yang membiarkan Red (gadis pendiam ini) pergi sendirian. Kecapean protes, ya Red nrimo aja lah. Toh memang enjoy kok… Mungkin Red keasikan sms, sampai gak sadar kalau ternyata sendalnya Bona jatuh di jalan, dua-duanya pula. Duh, baru berangkat udah lalai aja! Jadi merasa bersalah euy >.<” Kasian, si Bona jadi nyeker. Untungnya di spot rest yang kedua (alun-alun Blitar) ada toko sendal, jadilah Bona pake sendal baru.


Sumber mata air panas

Ketidak-aware-an Red terhadap sendal Bona ternyata menular pada hal yang lain. Setelah antar Bona beli sendal, kok rasanya haus dan pengen minum air putih. Pas banget, di tengah arek-arek ada dua botol besar air. Satu botol berisi Fanta merah, satu botol lagi berisi air bening. Berhubung lagi mau minum air putih, Red mengambil botol air bening tanpa kecurigaan apapun. Glek… glek… glek air bening itu masuk ke mulut Red. Sial, sial, sial!!! Red baru sadar kalau air yang udah dimasukin ke mulut itu adalah arak. Hueeek!!! Rasanya panas, pait, gak enak… Mau ditelan, mikir-mikir, di mulut aja panasnya begini, gimana kalau di dalam organ pencernaan. Mau otomatis disembur keluar, maluuu! Akhirnya untuk menahan malu, Red tahan tu cairan di dalam mulut sambil nyari tempat yang tepat buat membuangnya. Bwah, mulut masih berasa panas dan bau setelah dibuang. Jadinya minta air putih sama Shendy (mahasiswi satu ini juga sama dengan Red, baru kenal sama mayoritas anggota IPKA) buat kumur-kumur dan minum (akhirnyaaa minum juga!). Hihihi… Abis itu ketawa sendiri mengutuk kebodohan yang udah diperbuat & berharap ndak ada orang yang sadar dengan kejadian tadi ~_~”.

Perjalanan dilanjut dalam guyuran hujan deras. Pengalaman kehujanan berhari-hari membuat Red ingat untuk bawa raincoat, walupun cuma raincoat pinjeman dari Pian. Setidaknya ndak kuyub dan tidak mengurangi jumlah baju kering yang makin hari makin menipis. Saking deresnya hujan turun, pasukan ngaso lagi di rumah salah satu IPKA’s gank (Bayu). Lumayan buat ngeringin baju (yang pada kebasahan), menghangatkan badan, dan yang paling penting à istirahat dengan kata lain “tidur”. Red pun ganti kostum dengan celana jeans belel yang robek bagian dengkulnya, sampe dibela-belain menutupi bagian robek dengan slayer. Orang lain mah pakai slayer di kepala, kalau Red malah di dengkul. Di rumah Bayu ini, beberapa orang pejantan ngobrol di teras sambil pake sarung karena bajunya basah kuyub, yang lain nonton ‘My name is Khan’ di tv, ada lagi si Meru yang sibuk sendiri liat video Upin Ipin dari handphone salah seorang pasukan. Bahayanya video Upin Ipin di hp itu hanya berjumlah sedikit dibanding video-video lain yang belum pantes dilihat sama Meru… Haduuuh, itu HP nya siapa ya!!!

Sekitar pukul 10 malam, tim bergerak dari rumah Bayu ke pit stop selanjutnya yang berupa warung makan lesehan (masih di Blitar). Warung ini dikelola oleh keluarga salah satu IPKA’ers (Pram), Vandaz lesehan nama tempatnya. Pasukan baru saja sampai, namun serangan kopi sudah datang bertubi-tubi. Wuih, mantab kan! Pas banget jadi antibiotik buat membuka paksa kelopak mata yang diserang bakteri kantuk. Selagi minum kopi, ada 3 orang lagi yang baru datang untuk bergabung dalam pasukan Kelud. Mereka adalah Herlambang, Yus yang ternyata anggota ProFauna dahulu kala, dan Risa (Yus’s partner). Acara utama malam itu adalah nonton kembang api dari 8 arah mata angin di depan Vandaz Lesehan. Secara malam tahun baru, tak usahlah beli kembang api sendiri. Toh sudah banyak orang lain yang beli. Jadi, tinggal menikmatinya bukan! Beberapa bentuk kembang api sempat diabadikan oleh Mas Sugenk. Cool!!! Selesai pesta kembang api, habis pula efek kopi… Mulailah Red cari posisi uenak buat berbaring. Yup, kebetulan ada tempat kosong di sebelah Yoeyoen yang sudah tertidur, tancap. Entah bagaimana Yoeyoen mentransfer rasa kantuk yang sangat pada Red yang berada di sebelahnya. Red pun langsung terlelap. Di pertengahan sadar & tidak, Red melihat sesosok bayangan memadamkan lampu yang berpijar di atas Red & Yoeyoen. Sepertinya itu Amir… Great Bro! It’s a good idea.


Hari ke-5 (1 Januari 2011)
Happy New Year!!!
Pagi menjelang, waktunya melanglang! Pasukan berangkat pukul setengah enam lebih, dimana udara masih dingin digabung pula dengan rintik gerimis. Namun, dingin dan rintik gerimis ndak masuk hitungan untuk mengkandaskan perjalanan pasukan menuju Kelud. Pasukan jadi banyak lho, total ada 9 motor, dengan jumlah total manusia 20 orang (termasuk 2 rekannya Pram, yang satu full of piercing lho –Justo-). Rame yo… Masa, si Tony yang agak latahan nawarin Red arak… Wew @_@ makasih, inget rasanya aja langsung mual. Dia menawarkan, karena Red dikira pria. Huh! Padahal udah lama banget gak dikirain cowo sama orang-orang. Jeng jeng jeng jeng… Setelah ada sedikit tawar menawar alot di pos masuk, pasukan mulai memasuki kawasan Gunung Kelud. Hohoho… Pasukan disambut dengan jalan berkelok dan berliuk plus bukit-bukit hijau menghampar. Ada satu jalan yang lumayan terkenal di Kelud, biasa disebut “jalan misteri” atau “mysterious way”. Posisi jalan itu menanjak, konon kalau kendaraan dimatikan akan bisa berjalan naik sendiri. Penjelasan dari fenomena ini ada beberapa versi, mulai dari yang mistis sampai yang ilmiah. Ada pula yang mengatakan jalannya bermagnet ataupun hanya ilusi penglihatan semata (sebenarnya jalannya itu menurun, tidak menanjak). Beberapa pasukan ternyata mencoba membuktikan hal tersebut, tapi kok gak jalan yaaa motornya, diem aja. Red sendiri malah Cuma memperhatikan semacam poster di pinggir jalan bertuliskan “Mysterious way is here”, tanpa ngeh dan sadar mysterious way itu apa… *dodol!

Red bersama para sahabat cilik

Tak jauh dari parkiran motor wisata Gunung Kelud, perbukitan nan hijau permai menggoda pasukan untuk berjeprat-jepret ria, dilanjut dengan jalan-jalan (gak bisa disebut trekking juga walaupun ke gunung) menuju anak Gunung Kelud. Setelah parkiran, pasukan diharuskan melewati terowongan kira-kira 30 meter untuk melihat salah satu bentuk keindahan Kelud. What’s that? It’s a rock… Berdiri gagah satu tebing indah yang membuat tangan Red gatal-gatal mau manjat. Asli! Sebagai orang yang pernah sedikit menyelami dunia perpanjatan, naluri pemanjat pun mengalir melihat tebing yang ternyata bernama Sumbing itu. Hiks, sedih cuma bisa memandang namun tak bisa memegang… Daripada bersedih ria, lanjut aja lah ke objek utama Kelud yaitu anak gunungnya. Di tempat anak gunung Kelud dulunya hanya berupa kawah, semenjak tahun 2007 saat Kelud tidak jadi meletus, muncullah anak gunung yang tiap tahun akan semakin tinggi. Di sini pasukan mulai berpencar dan mencari posisi masing-masing untuk berpose. Pasukan pun sempat narsis ria bersama dengan Pram “sang tokoh pemanasan” sebagai photographer. Apa tuh sang tokoh pemanasan? Intinya sih badan panas terus gak bakalan kedinginan, efeknya pun si Pram jadi bawel banget & minta dipotret terus (curhat Red sebagai korban bawel & moto-motonya, hehehe Peace Pram ^^V damai ya kita!). Padahal dalam kondisi normal tanpa efek alkohol (ooops keceplosan!), Bunda bilang kalau Pram itu pendiam. Wow… Lumayan dasyat ya efeknya.

Anak Gunung Kelud

Berlanjut ke objek selanjutnya yang berupa sumber mata air panas Berlanjut ke objek selanjutnya yang berupa sumber mata air panas. Butuh perjuangan untuk mencapai tempat satu ini, karena harus menuruni beratus-ratus anak tangga. Huh, pegel! Beberapa pasukan langsung menceburkan diri dan main air di kolam. Red sendiri nyiapin energi aja deh buat naik ratusan tangga tadi, lagi kurang minat sama air. Beres main air, pasukan membuat sarapan mie instan. Suatu kehormatan bagi Red karena disediakan mie spesial pake telur, walaupun sebelumnya dihina-dina karena bawa sendok sendiri, dibilang seperti Bonek yang modalnya sendok doang. Hmmm… Pada saat naik tangga kembali, kebetulan Red bersama dengan Bona… Kuat lho bocah 5 tahun ini! Sepanjang tangga selalu bilang mau istirahat, tetapi hanya 2 kali berhenti. Itu pun cuma beberapa menit. Hebat!

Pengendara & penumpang Vixion

Selesai acara berbasah ria dan sarapan, pasukan nongkrong di depan “panggung gembira”. Yah, Red namakan seperti itu karena orang-orang di sekeliling panggung tampak senang, riang, dan sangat menikmati sajian dangdut yang ada di panggung. Pasukan pria pun bergabung dengan penonton lain di depan panggung, joget!!! Sampai Mas Lukman pun goyang... Ckckck. Cuma Herlambang aja yang masih jaim, dan hanya mengalihkan aktivitas dengan “taking picture” pasukan sebagai penonton. Red aja sampe ditarik-tarik sama Pak Tongky, sang kepala suku IPKA & arek2 lain buat joget. Puas goyang, waktunya pulang... Mampir lagi ke kedai Vandaz, dan lagi-lagi disiapkan makanan dan kopi. Terimakasih sangat buat Tony & Pram’s family tuk hidangannya. Mampir pula tuk pamitan ke rumah Bayu dan lanjut ke arah Malang. Ada-ada saja halangan di jalan, pasukan sempat terhadang oleh air yang menggenang di salah satu ruas jalan. Sampai-sampai Yoeyoen turun dari motor Mas Lukman dan harus gulung-gulung celana untuk melewati genangan air. Hahaha... Thank’s again God, Red gak perlu turun dari motor karena Vixionnya Denny cukup tinggi buat melewati rintangan itu. Sempat beberapa kali pit stop juga untuk memperbaiki lampu motor trail Mas Sugenk, istirahat di Waduk Sengguruh (sudah malam, waduknya ndak kelihatan), dan makan malam rujak cingur/tahu telor di sekitar Kepanjen. Fiuhhh... It was the end of Red’s 2011 new year adventure with great new friends... IPKA’s family! Thank’s a lot guys... For a nice moment! Tidak menyesal bertahun baru dengan kalian, dan ndak akan kapok tuk berpetualang lagi bersama kalian... :D

Indahnya kebersamaan

Note tambahan: IPKA (Ikatan Pecinta Keindahan Alam) Indrakila adalah nama organisasi pecinta alam yang Red sebutkan berulang kali pada posting kali ini. Berdiri 17 Agustus 1955, wow cukup tua ya, bahkan lebih tua dari organisasi yang digembar-gemborkan sebagai perintis perkumpulan pecinta alam di Indonesia yaitu Wanadri dan Mapala UI (berdiri 1966). Red mendapat info dari salah satu anggota IPKA, mulai sekitar tahun 1986 sempat terjadi kevacuuman organisasi secara eksternal. Namun mulai tahun 2008, IPKA mulai kembali eksis di kancah organisasi pecinta alam di Malang.


Hari ke-6 (2 Januari 2011)
Hancur semua rencana hari minggu ini... Manjat di Unisma gagal, ketemu Priyo (rekan PF dari Yogya) pun tidak jadi. Hanya sempat nongkrong di warnet dan sarapan soto di sekitar jalan Sulfat. Gale, tetap menjadi tersangka utama gagalnya planning-planning yang Red sebutkan. Alasannya sih ndak ada motor. Ok Gale, kali ini Red maafkan... Ada 1 rencana yang tidak boleh gagal yaitu silaturahmi ke rumah Om Ipung di Sidoarjo. Sore hari rencana tersebut terlaksana dan dilakukan dalam rombongan. Bude, Mbak Lik, Mbak Yul (keduanya kakak Pian) pun ikut. Tumben, sore itu Malang macet! Melewati kubangan luas lumpur Sidoarjo, pake ditarik 20.000 pulak. Huhuhu... Sampai lokasi, sendal Reebok Kobo Quest Red ilang sebelah. Hwaaa... Rasanya pengen nangis, gak rela!!! Udah bertahun-tahun nunggu diskonan 50%, giliran baru dipake brapa bulan, masa dah ilang :'( Gak mau pasrah gitu aja, Red minta banyuan Pian buat nyusur jalan, dan akhirnya... Ketemu juga sendal Reeboknya. :D Oh ya, ternyata Om Ipung anaknya udah 3, hahaha kmana aja Red slama ini. Tuh kan, ini nih untungnya jalan2, bisa mendekatkan diri ama sodara.


Hari ke-7 (3 Januari 2011)
Hari untuk menagih janji datang juga! Yeah, hari ini Gale janji akan mengantar Red ke Pulau Sempu. Janji datang jam 7 pagi, baru nongol jam 8. Jadi berangkat sudah jam stengah 9. Pake segala putar-putar ke beberapa kampus untuk menambah pasukan. Hasilnya? Nihil... Tetap saja kami hanya berangkat ke Sempu berdua. Hanya berdua tetapi ndak mau kalah gaya, karena kami belanja 1 ikan tongkol berukuran sedang dan stengah kilo udang untuk keperluan makan malam. Mantap kan! Sebelum nyebrang makan rawon dulu karena sudah kelaparan. Naaah, dari pantai Sendang Biru sudah terlihat daratan Pulau Sempu, karena memang hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk menyebrang dari Pantai ke Sempu. Perahu merapat ke Sempu, dimulailah trekking Sempu dengan kondisi medan yang becek, berlumpur, dan licin. Sampai-sampai kami menghitung posisi jatuh kepleset yang masing-masing berjumlah dua untuk Red dan 2 untuk Gale. Jalan menuju Danau Segara Anakan kami lalui dengan 1,5 jam perjalanan. Start jam 4 sore, sampai Laguna Segara Anakan pukul stengah 6. Di sana ada 1 rombongan yang sudah camp 1 malam, mereka berasal dari Sidoarjo.

Makan malam yang mantab!!!

Fyuh... Puas rasanya sudah sampai di laguna. Aksi pun dimulai kembali. Lho, aksi apa? Aksi mendirikan tenda, dan bersiap-siap untuk masak pastinya. Biar tau rasa, smua hal yang berhubungan dengan amis-amis ikan dan udang dikerjakan Gale. Hehehe... Sambil Gale bakar ikan tongkol, Red main air di pinggir laguna berpasir putih. Namun hujan turun secara tiba-tiba. Masuklah Red ke dalam tenda, Oh God ternyata kelupaan satu hal. Fly sheet nya belum dipasang! Jadi flysheet hanya diletakkan di atas tenda tanpa dikencangkan dan ditahan pasak. Seada-adanya... Gale tetap di luar bakar ikan sampai matang. Saat makan malam tiba, badannya Gale sudah basah kuyub. Hahaha... Nikmat rek makan malamnya! nasi, ikan tongkol bakar, dan udang goreng. Maknyusss. Selesai makan, Gale izin bergabung dengan rombongan Sidoarjo. Red mencoba tidur, tetapi tiba-tiba hujan datang lagi, lebih deras dengan angin yang lebih kencang. Duh, Red udah baca-baca aja tuh di dalam tenda. Takut frame tenda patah, ngeri ambruk, atau tendanya terbang. Hwaaa... Mana sendirian!!! Untungnya hal itu tidak terjadi berjam-jam. Gale kembali, dimulailah sesi curhat dalam tenda. Dasar, anak muda!!! Malam pun tetap dihiasi dengan rintik hujan yang terkadang deras itu.


Hari ke-8 (4 Januari 2011)
Pagi... Waktunya sarapan dan ber-snorkelling ria. Gale bilang dia pernah nemu Bluedot stingray di sini, itu lho ikan pari totol biru yang beracun. Ari, rekan di Jakarta pun sempat menitipkan pesan hati-hati saat snorkelling di Sempu, karena pernah ada orang yang terkena sengatan ikan pari saat ia berkunjung. Hmmm, Red malah pengen ketemu sama ikan totol yang lucu ini. Hehehe... Tetapi, nasib belum mempertemukan kami. Jadi yang Red temukan di sana hanya Parrot fish dan beberapa ikan karang. Huffft...

Segara Anakan Pose... :D

Macaca Sempu

Tak bisa lama-lama snorkelling, karena harus mengejar waktu tempuh yang cukup lama dari Sempu ke arah kota Malang. Yup, selesai snorkelling kami hanya menyempatkan sedikit waktu untuk berfoto ria, bersenang-senang sejenak bersama para Macaca Sempu (ternyata monyet buntut panjangnya banyak lho di sana). Setelah itu, kembali menjadi manusia lumpur karena trekking arah kembali ke pantai lebih parah dibanding kemarin disebabkan hujan badai semalam. Waktu yang Red butuhkan hanya bertambah 15 menit dari trekking keberangkatan, tentunya dengan jalur yang 3x lebih berlumpur dibanding medan saat berangkat. Hampir putus asa memakai sendal gunung, sebab sendal Red sempat terbenam ke dalam lumpur dan membutuhkan tenaga ekstra untuk mengambilnya. Tetapi tidak menggunakan sendal pun merupakan pilihan yang tidak bijak, karena Red jadi lebih sering terpeleset. Hwahm Red benar-benar menjadi seorang monster rawa saat itu... Sampai pantai, ojek kapal sewaan kami belum datang. Dihubungi telponnya pun tak bisa. Hhh... Stress mendera! Red harus sampai di Kota Malang setidaknya pukul 12.30 siang untuk mengejar Bus ke Jakarta yang berangkat pukul 1.30. Perjalanan dari Pantai Sendang Biru ke arah kota kira-kira menbutuhkan waktu 3 jam. Nah, saat kami sampai pantai, waktu sudah menunjukkan pukul 9.45 dan ojek perahu belum bisa dihubungi! Argh!!! Sekitar 20 menit kemudian tukang ojek kapal menghubungi Gale dan segera menjemput kami. Waktu semakin sempit, dan ada saja halangan perjalanan kami. Motor Gale tidak ada di tempat penitipan motor, dan kami harus menuju rumah pemilik tempat penitipan itu untuk mengambilnya. Hmmm, ada-ada saja kejadian hari itu... Gale sampai membujuk Red untuk tinggal lebih lama di Malang bila kami tidak keburu mengejar bus. Tidaaak!!!

Sesi kejar mengejar bus pun dimulai... Perjalanan Pantai Sendang Biru ke Kota Malang kami tempuh hanya dalam waktu 1,5 jam. Kebayang dong gimana ngebutnya si Gale! Sampai rumah Bude, langsung bersih-bersih badan alias mandi. Packing aja sudah ndak sempat, hingga minta tolong Gale & Pian tuk packing. Alhamdulillah, sebelum pulang sempet nyobain ketan durian yang sengaja dibuat Bude buat Red. It was a nice snack! Tanpa basa basi lebih banyak, Red pamit dan diantar 2 bodyguard ke terminal Arjosari. Sampai terminal pukul stengah dua lebih, tapi bus Safari Dharma ke arah Jakarta belum tiba. Yaaah, tau gitu kan Red santai-santai dulu di rumah Bude. Huuu... Alhasil, nge-gembel lah kami bertiga di terminal selama 2 jam. Pukul stengah 4 bus mulai menyalakan mesinnya untuk bergerak ke Jakarta. Red berkata dalam hati, akhirnya tiba saatnya pulang liburan. Malang... Ke depannya akan selalu menjadi tujuan favorit Red sepertinya.

Saturday, January 15, 2011

Kembali Melintang Malang (I)

Liburan akhir tahun 2010 dihabiskan dengan diving one day trip di Pulau Pramuka, family gathering di Yogya, dan kembali ngubek-ngubek Malang. Entah apa yang membawa Red kembali ke Malang seperti akhir tahun lalu. Namun, pilihan untuk m'blakrak di Malang akhir tahun 2010 adalah keputusan bagus yang sudah Red ambil. Intinya mah, gak nyesel... ;)


Hari ke-1 (28 Desember 2010)
Setting: di dalam kendaraan Surya Travel dari Yogya menuju Malang, pagi hari
Tokoh: Red
Cerita: Begitu membuka mata, cahaya matahari masih malu-malu bersinar (blom terang), jalan berasa meliuk-liuk... Berdasarkan hasil observasi & tanya sana sini, disimpulkan si mobil sedang lewat daerah Batu. Wuih, cantik rek pemandangannya (tentunya ini pas udah terang). Sawah menghijau, sungai yang berkelok-kelok, air pancuran yang menetes dengan segarnya, dan jembatan gantung menambah keindahan tempat itu (kok jadi kaya karangan liburan anak SD ya...). Ya, memang begitulah laporan dari indera penglihatan Red, sambil mobil terus melaju kencang menuju Malang kota. Oh ya, buat tambahan aja, travel ini biaya nya 95rb dari Yogyakarta. Sama dengan harga bus malam Handoyo Yogya-Malang. Itulah mengapa Red pilih travel dibanding bus, biar dianter ampe depan rumah.

Tet, tet, tet, tet... Sampailah Red di Kota Malang, masih di dalam travel, tinggal berdua ama si sopir, karena yang lain udah pada turun. Terjadilah percakapan antar kami.
Mas Supir: Jalan Raya Sulfatnya sebelah mana Mbak?
Red : He... Gak tau ya Mas, pokoknya no "segini"
Mas Supir: Belum pernah ksana ya?
Red : Udah, taun lalu, tapi kan lupa!
Mas Supir: (nyengir gak jelas, sambil tanya jalan ama orang-orang di luar)
Red : Dlm hati (ya maap dah Mas Supir, di Bekasi yang notabenenya daerah jajahan aja Red bisa nyasar. Apalagi Malang, yang baru pernah Red sambangin selama cuma 2 hari, itu pun gak genep 2 hari)
Tidak ada lagi obrolan saat mobil memasuki ruas jalan raya Sulfat, secara kami sibuk celingak-celinguk ngeliatin nomor-nomor rumah. Hahaha... Alhasil, pada timing yang tepat mata Red tertuju pada tulisan Salon Leyla & papan Jual kambing dengan CP Pak Tohir. Hohoho, that's it! Ketemu juga rumah Budenya Red. Red turun dari mobil sembari ambil barang bawaan & tak lupa mengucapkan terimakasih ama Mas Supir karena udah rela sabar nemenin Red yang cacat arah ini.

Ucapan salam menggema saat masuk rumah, spupu(Pian) udah nongkrong di depan salon buat menyambut kedatangan Red. Berturut-turut salim ama Bude, & Mbak Yanti kakak Pian, juga Pakde yang sepertinya sedang sibuk dengan kambing-kambing pas Red datang. Bude gak bosen nyuruh Red istirahat atau sekedar rebahan, tapi kaki ini rasanya udah gatal-gatel pengen jalan. Gayung bersambut, Pian langsung bersedia jadi guide buat ke Pantai Balekambang. Yippieee... ^^ Pantai Balekambang berjarak sekitar 70 km dari kota Malang, kira-kira 2 jam perjalanan. Siap-siap tepos aja di jok motor. Yeah, berangkat diiringi bacaan Basmallah dan gelengan heran dari Bude, mungkin dalam hatinya berkata "ki bocah ra ndue kesel po... (translate: ni anak ga punya cape kali ya...)"

Perjalanan sepi-sepi aja, ngobrolnya masih irit, ditambah beberapa kali Red njedug'i helm ke helm Pian karena ngantuk. Huhuhu, padahal di travel dah tidur mulu kerjaannya, bisa ngantuk lagi aja. Ckckck... Pas sampe, hal pertama yang dilakukan adalah streching buat otot Gluteus (pantat). Puegelll'e rek!

Mulai masuk ke Pantai Balekambang, kesan pertama: kok sama aja sama pantai-pantai lain ya. Ombaknya besar dan banyak orang, yah mana Pura nya yang Red liat pas browsing nih. Pertanyaan terjawab dengan sendirinya, karena semakin jauh berjalan, pura di atas Pulau Ismoyo itu semakin terlihat. Yup, pantai Balekambang dan Pulau Ismoyo disambungkan dengan sebuah jembatan, yang beberapa bagiannya menurut Red sih harus diperbaiki. Jembatannya ndak terlalu jauh kok dan saat menjejakkan kaki depan pura Red bergumam oh, ini tho Pura Ismoyo... Asik jeprat-jepret, Pian memberi isyarat di atas Pura ada relief dengan tanda "peace" di kedua sisinya. Bertanya-tanya sendiri, apa ya artinya?. Sayang Red tidak bisa masuk lebih jauh ke Pura karena saat itu sedang haid, di depan pura pun ada papan yang maksud tulisannya melarang wanita haid memasuki area Pura untuk menjaga kesuciannya.


Langkah-langkah kami lanjutkan dengan menyisir pinggir pantai. Menuju Pulau yang bersebelahan dengan Pulau Ismoyo. Sebenarnya ada jembatan penghubung juga ke pulau ini, namun kondisinya sudah parah alias rusak. Jadi, ndak bisa menyebrang deh ke pulau itu. Jembatan yang rusak itu sering digunakan para pemancing sebagai shelter pemancingan juga lho (hasil pengamatan waktu di sana). Tiba-tiba, tidak jauh dari jembatan rusak, Pian melihat sesuatu... Awalnya ia kira singa laut atau makhluk laut besar lain. Setelah diperhatikan beberapa kali, ternyata makhluk itu adalah penyu!!! Ada beberapa penyu yang muncul setiap kira-kira 5 menit, dan hanya muncul bagian kepala & salah satu kaki depan dalam waktu hanya sekitar 2 detik. Saking senengnya liat tuh penyu-penyu ngambil napas, jadi autis. Hehehe... Sempet mau ke Pantai Kondang Merak lewat Balekambang, niat dibatalkan karena treknya becek & sepatu tidak appropriate. Bisa-bisa malah kepleset berkali-kali & jadi manusia lumpur.


Pulang dari Balekambang... Kuyup rek! Udan'e dueresss. Hiks, mengurangi jumlah baju bersih Red. Dibalik kesedihan pasti ada kegembiaraan. Benar saja, Niar rek Malang yang staf PF itu maen ke rumah bude. Berlanjut ke sekretariat IPKA, organisasi Pecinta Alamnya spupu-spupu Red (Pian & Gale) buat nongkrong plus kenalan sama beberapa orang di sana.


Hari ke-2 (29 Desember 2010)
Niat muter-muter P-Wec, tapi ndak ada yang mandu. Dah gitu yang nemenin jalan hari kedua ini si Gale, spupu Red yang lain lagi, yang lebih outdoor, lebih sa'karep'e dewe, tapi tetep asiiik! Bingung mau kemana, karena Red emang gak buat itenary. Akhirnya Gale menawarkan diri untuk mengantar ke Ranu Pane, kaki Gunung Semeru. Wooow, perjalanan panjang dengan banyak objek siap mewarnai hari ini...

Objek pertama adalah Candi Jago atau sering disebut pula Jajaghu yang berlokasi di Desa Tumpang. Sekeliling candi adalah rumah-rumah penduduk. Luar pagar candi bisa dengan mudah terlihat baju, celana, underwear yang menjuntai-juntai di jemuran. Hohoho... Sebelum masuk pekarangan candi, kami dipersilahkan mengisi buku tamu yang berisi daftar pengunjung, asal pengunjung, beserta tujuan kedatangan. Dinding sekeliling candi dipenuhi dengan relief-relief pahatan yang tampaknya menggambarkan kisah tertentu. Saat kami di sana, terdapat beberapa petugas yang sedang membersihkan candi. Ada nih satu ebiasaan jelek Red, searching info suatu tempat setelah mengunjungi tempat tersebut. Jadi, ya... Ndak tau ternyata relief di sana bercerita mengenai Kunjarakarna, Partayajna, dan Arjunawiwaha. Waduh, mesti cari info lagi nih mengenai cerita-cerita itu. Hehehe... Satu lagi, ternyata Candi Jago ini merupakan candi yang didharmakan oleh Raja Kertanegara kepada ayahnya Raja Wisnuwardhana. Bahkan ada sumber yang mengatakan kalau candi ini adalah tempat persemayaman Raja Wisnuwardhana tadi. Gak terlalu lama di Candi Jago, kami meluncur menuju Coban Pelangi.

Dibutuhkan trekking sekitar 10-15 menit untuk menuju air terjun Coban Pelangi dari pintu masuk. Melewati jembatan kecil yang berdiri di atas aliran air dari coban. Konon bernama Coban Pelangi, karena sering terjadi pembiasan warna pelangi di sekitar air terjun saat cuaca cerah. Sayangnya Red ksana pas mendung, gak dapet deh pelanginya. Biarpun gak bisa liat pelangi di situ, tetep puas kok! Apik rek coban'e... Sempet ditawarin Gale ke Coban Trisula, tapi waktu mepet pet pet. Lewat aja deh!


Hayooo, lanjut ke Ranu Pane! Masih jauh perjalanan... Di tengah jalan, ada rest area yang dekat dengan persimpangan menuju arah Bromo dan Ranu Pane. Rest area yang asik, karena ada tukang bakso yang nongkrong di situ. Lumayan buat ngangetin badan, uadem rek di situ. Mana waktu itu lagi turun kabut tebelll. Biasanya dari rest area itu sudah dapat terlihat Gunung Bromo yang sedang erupsi lagi akhir-akhir ini. Tapi ya itu tadi... Kabut menutup semuanya! Ugh... Ada pula 1 menara pandang. Biarkan saja ndak bisa liat apa-apa karena penuh kabut, Red tetep aja manjat mengikuti naluri pemanjat. Heu2... Lanjutan perjalanan setelah rest makan bakso lumayan ribet. Beberapa becekan, kubangan, perbaikan jalan sukses kami lewati dengan motor Suzuki Shogun FL 125 RR pinjeman dari Pian. Alhasil motornya dekil buanget! Maap yak Pian ^^V Sepanjang jalan juga kabut gak ilang-ilang. Berasa jalan dimanaaa gitu. Kabut mulai menipis saat kami memasuki desa Ranu Pane. Hmmm, blum bisa naek ke Semeru karena tutup. Yaaa ke Ranu Pane & Regulo nya dulu aja lah. Lumayan memandang-mandang danau, burung, pohon di sana.

Waktunya kembali ke kota Malang... Berangkat kabut, giliran pulang kena hujan. Waduhhh!!! Gak akan rela lagi kehujanan seperti kemarin ama Pian >.<" Jadi Red udah wanti-wanti duluan ke Gale, kalau hujan deras, harus ngiyup dulu. Bisa-bisa baju kering Red habis gak bersisa kalo hujan-hujanan terus. Thank's God hujannya ndak begitu besar, cuma rintik-rintik. Bablas trus lah itu si Shogun yang dikendarai Dogy, ooops Gale maksudnya. Dogy itu nama julukan temen-temennya ke Gale, katanya sih karena dulu dia pake kalung yang mirip rantai anjing. Apa emang rantai anjing beneran ya... Only God, him, & peoples around him knew it!

Ow, masih ada satu tujuan lagi hari ini... Candi Singosari. Kebetulan letak candi itu dekat dengan rumah spupu Red, si Gale itu. So, skalian nganter dia pulang deh. Konon katanya udah lama juga dia jadi Bang Toyib, gak pulang-pulang! Sudah kekurangan banyak energi akibat seharian nongkrong di motor, di Candi Singosari Red hanya menyempatkan sedikit waktu buat jepret sana sini. Mau narsis ria, wajah udah gak keruan. Yowes, akhirnya menuju rumah Gale dan langsung istirahat tidur-tiduran di kamarnya sambil bingung sendiri denger bersinnya dia yang gak brenti-brenti setelah mandi. Bersinnya itu lho, sok imut... Padahal tampang mah serem. Hahaha... Masih gak abis pikir juga setelah dengar penjelasan dari Gale, kalau ternyata setiap habis mandi pasti dia berlaku sama (bersin gak berhenti) dan bisa berhenti dengan merokok. Ada bae... ~_~"


Aktivitas Red tidak berhenti sampai di sana, sudah ada Bayu & Niar (ProFauna supporters), juga temen kantornya Bayu (lupa namanya!) yang mengajak makan di Bakso President. Sempet-sempetnya lho Red & Niar poto-poto di rel (kebetulan persis depan Bakso President adalah rel kereta api), sampe pake auto segala biar bisa poto berdua. Dilanjut dengan nonton bareng final kompetisi Sepakbola yang sedang heboh seantero Asia Tenggara, Suzuki Piala AFF 2010. Niar yang memang orang Malang memilih UM (Universitas Negeri Malang) sebagai tempat nonton kami. Seruuu siiih, tapi kok Indonesia kalah yaaa...!


Hari ke-3 (30 Desember 2010)
Planning hari ketiga ini adalah "rafting" di kali Amprong 2x trip. Motor Pian sempet bocor saat menuju start position. Jadi tertunda agak lama deh mulainya. Hehehe... Jujur! Ini kali paling coklat yang pernah Red arungin :D Secara kali di kota gitu lho. Teman-teman yang berpartisipasi pada rafting ini adalah Himakpa, mapala ITN (Institut Teknologi Nasional) Malang. Trip pertama personil di perahu hanya 5 orang. Gradenya biasa, tapi ada 1 pohon yang bikin trip pertama ini jadi luar biasa. Perahu karet yang kami naiki menerobos juntaian batang-batang pohon berduri. Wooo... Yang di depan (Gale & Lahung) sih santai, soalnya cepet lepas dari jeratan duri-duri. Nah, yang belakang (Drengez & Pian) mesti heboh teriak-teriak dulu baru bisa bebas dari sayatan duri-duri tidak diundang itu. Wkwkwk... Ktawa aja dah Red mah! Di trip kedua personil nambah jadi 7 orang minus Lahung & Gale. Lumayan aman lah trip kedua, gak pake nyungsep-nyungsep di pohon berduri. Huhuhu...


Malam hari ketiga diisi dengan kongkow di warung STMJ rekomendasi Niar bareng Bayu, Niar, Mas Radius, Semut (kesemuanya suporter PF), dan rekannya Semut (wanita, Red lupa lagi namanya). Bersambung di warung pecel lele, ayam, bebek ... Yeuh, bersambung juga ceritanya di "Kembali Melintang Malang (II)"